Perjalanan Haru Seorang Tukang Sayur Melepaskan Diri dari Rentenir


Tukang Sayur

Hidup Mala (35 tahun) dirundung malapetaka. Setiap hari, ada saja orang yang datang ke rumahnya. Bukan kunjungan orang biasa, tapi debt collector yang hendak menagih utang.

"Setiap hari total hampir seratus ribuan saya harus keluar untuk bayar utang," ungkap dia sedih. Sementara penghasilannya sebagai tukang sayur kecil-kecilan, tidak sebesar itu. Banyak pula pelanggan yang berutang. Jika dagangannya kurang laku, otomatis ia tidak bisa membayar utangnya. Akibatnya, pinjaman menjadi berlipat ganda lantara bunga berbunga. Alhasil, bukannya berkurang, jumlah utangnya semakin menjerat leher.

Warga kampung Pondokmiri, Desa Rawakalong, Gunung Sindur, Bogor ini mengaku dirinya tidak punya alternatif lain untuk mendapatkan modal usahanya yang tak seberapa itu. "Kalauu pinjam ke tempat lain urusan bertele-tele. Tapi kalau pinjam kepada rentenir, uang cepat ciar," kata dia beralasan. Walhasil, karena modalnya berasal dari uang haram, usahanya pun menjadi tidak barokah.

Setiap usaha makin laris, tiba-tiba ada saja masalah yang membuat usahanya bangkrut. Dia mengaku pernah mengalami jatuh-bangun berbisnis hingga empat kali. "Suami juga banyak ngangur, sehingga otomatis keperluan keluarga mengandalkan hasil dagang sayuran," tutur Mala, yang bersuami buruh bangunan itu.

Untuk menutupi utang, terpaksa ia melego barang-barang di rumahnya. "Pokoknya semua ludes, bahkan rumah pun sudah saya tawarkan ke orang untuk dijual," kenang dia. Di tengah kekalutan itu, dia curhat kepada Ustadzah Nur, guru ngaji anaknya.

Dari Ustadzah Nur, dia mendapatkan nasihat yang dirasakannya berguna. "Mbak Mala, Allah memberikan berbagai musibah ini tentu bukan tanpa tujuan," nasihat awal Ustadzah Nur. "Siapa tahu ini terguran atas perbuatan dosa yang kita lakukan, usaha pakai uang panas misalnya," lanjut dia menirukan nasihat tersebut.

"Uang panas bagaimana bu, modal saya dari pinjam kok," kata Mala menjawab nasihat itu. "Tapi meminta ke rentenir kan?" tukas sang ustadzah. "Mbak, orang yang meminjam atau dipinjamkan dengan cera riba, maka dua-duanya berdosa. Uangnya jadi panas, sehingga usaha pun tidak berkah, bahkah hidup menjadi serba sulit," tegasnya. "Maka tinggalkanlah meminta sama rentenir. Cari modal yang halal. Setelah itu perbaiki ibadahnya, jangan tinggalkan shalat, dan bersedekahlah, mungkin Mbak juga kurang sedekah," tutur Ustadzah Nur.

Nasihat ini benar-benar merasuk dalam hatinya. "Benar juga saya bangkrut berkali-kali karena banyak dosa, termasuk kurang sedekah, barangkali," pikirnya. Maka dengan bismillah, Mala mencoba menata kehidupan baru. Sedikit demi sedikit shalatnya dibenahi. Ia berdoa kepada Allah SWT agar mendapatkan sumber modal yang halal.

Allah SWT tak pernah menyia-nyiakan usaha hambanya dalam bertobat. Seorang pelanggannya bersedia memberikan pinjaman lunak sebesar Rp 5 juta dengan jaminan akte jual-beli tanah. Uang itu dia gunakan untuk melunasi semua utangnya. Sisanya ia pakai untuk mulai usaha yang sempat macet selama hampir dua bulan. Tak lupa, ia pun mengeluarkan sebagian pinjaman itu untuk menolong tetangganya yang kurang mampu.

Selama berdagang, dia coba sisihkan sebagian keuntungannya untuk bersedekah. Bagi Mala, setap keuntungan yang didapatkan, wajib dia keluarkan untuk bersedekah. Subhanallah, kebiasaan baru ini mendatangkan keberkahan dalam kehidupannya.

Usahanya tambah maju, bahkan sekarang sudah bisa membeli mesin parutan kelapa. Perabot rumah tangga juga sedikit demi sedikit kembali. Sang suami tidak lagi banyak menganggur, karena harus membantu bisnis Mala. Sebagai ungkapan rasa syukur, kini dia menyantuni 50 anak yatim dan janda dhuafa di sekitar tempat tinggalnya.



0 komentar:

Post a Comment