Lilypad, Kota Terapung Masa Depan



Lilypad

Pemanasan global kian mengancam keberlangsungan hidup mahluk di bumi. Berbagai peralatan dan kebutuhan perlengkapan kian diperbaharui untuk mengantisipasi adanya perubahan iklim di dunia. Seperti, mobil bertenaga udara tanpa polusi, mesin pencuci pakaian yang menggunakan air dan energi kurang dari 2%, dan ecolaptop, notebook bercover bambu dan berelemen plastik tanpa cat dan electroplating.

Menurut ramalan GIEC (Intergovernmental Group on the Evolution of the Climate), permukaan air laut meningkat 20-90 cm pada abad ini. Para ilmuwan dunia memperkirakan kenaikan suhu 1oC akan meningkatkan permukaan air laut sebesar 1 meter. Akibat peningkatan tersebut, beberapa daratan di dunia akan tenggelam seperti 0,05% di Uruguay, 1% di Mesir, dan 6%di Belanda. Penenggelaman daratan tersebut akan berpengaruh pada pencemaran keasinan air laut dan merusak ekosistem air laut.

Seorang arsitek asal Belgia, Vincent Callebaut menawarkan terobosan baru untuk menghadapi masalah ini. Ia menciptakan kota terapung yang merupakan prototipe kota amfibi dengan komposisi setengah daratan dan akuatik. Kota terapung ini dapat digerakkan menuju pesisir pantai atau digerakkan bebas mengikuti arus laut.

Kota yang disebut Lilypad ini mampu menampung 50.000 penduduk dan mampu menghidupi dirinya sendiri. Disebut lilypad karena struktur mengapungnya terinspirasi oleh daun lili yang diperbesar 250 kali. Kulitnya yang tebal terbuat dari serat polyester yang dilapisi oleh titanium oksida, seperti anatase yang mampu mengadsorbsi polusi atmosfer dengan efek fotokatalitik. Kota ini berkonsep hotel bahtera yang ditafsirkan mampu melindungi manusia dari perubahan iklim.

Kota ini mengembangkan flora dan faunanya di sekitar danau yang dapat menampung dan menjernihkan air hujan. Tiga marina dan gunung yang dirancang, didedikasikan untuk kepentingan perkantoran, pertokoan, dan sarana rekreasi. Kota ini diharapkan mampu menciptakan hubungan harmonis antara manusia dan alam.

Selain itu, kota terapung ini mampu mengatasi empat masalah utama manusia (menurut OECD pada Maret 2008) yaitu iklim, biodiversitas, air, dan kesehatan. Kota lilypad ini mampu mencapai neraca energi positif tanpa emisi karbon dengan integrasi energi terbarukan (solar, energi panas dan fotovoltaik, energi angin, hidraulik, energi osmotic dan biomassa). Sehingga didapatkan energi yang lebih banyak dibanding yang dikonsumsi.

Keunggukan lain ecopolis terapung ini adalah dapat menghasilkan dan melunakkan oksigen dan listrik sendiri. Cara yang digunakan adalah mendaur ulang karbon dioksida dan limbahnya, serta menjernihkan dan melunakkan air yang sudah terpakai.

Sayangnya, para pecinta kota ini harus menunggu lebih lama lagi yaitu sekitar tahun 2100. Kota apung dengan desain menawan ini diharapkan mampu menjadi salah satu solusi perpindahan penduduk akibat perubahan iklim.


Sumber: anehsemua.blogspot.com dan majarimagazine.com



0 komentar:

Post a Comment