Fakta Utang Negara Rp 1733,64 Triliun

Berdasarkan data terakhir Kementerian Keuangan, total utang pemerintah Indonesia hingga Juli 2011 mencapai Rp 1.733,64 triliun. Bahkan, dalam kurun waktu sebulan, utang pemerintah naik Rp9,5 triliun dibanding Juni 2011 yang sebesar Rp 1.723,9 triliun.

Jika dibandingkan dengan jumlah utang di Desember 2010 yang sebesar Rp 1.676,85 triliun, jumlah utang hingga Juli 2011 bertambah Rp56,79 triliun.

Gawat, Pemerintah Tak Hidupi Negara Ini Dengan Produktivitas, Tapi Dengan Menjual Aset Melalui Hutang



Rezim pemerintahan SBY-Boediono kian hari kian diragukan kualitas dan keberpihakannya pada rakyat. Rezim ini dinilai hanya pandai melakukan manipulasi dan pencitraan agar nampak baik di hadapan publik.

Salamuddin Daeng dari Instite Global Justice (IGJ), menyoroti dua manipulasi yang telah dilakukan rezim SBY-Boediono. Pertama, manipulasi keuangan Negara untk mengisi kantong kekuasaan, dan kedua, manipulasi indicator kesejahteraan dalam rangka pencitraan politik.

Manipulasi keuangan negara dilakukan dengan memperbesar keuangan pemerintah dengan cara mencetak surat hutang hingga mencapai USD 54,308 milyar (Rp 488,77 triliun). Selama 6 tahun terjadi peningkatan Surat Berharga Negara 156,40%. Inilah penyebab terjadi peningkatan devisa negara secara tajam , dimana 92,7% dari devisa USD 89,032 miliar pada Jan 2011, bersumber dari Surat Hutang.

Surat hutang tersebut digunakan untuk membiayai APBN (antara lain: gaji, stimulus keuangan dan perdagangan bagi PMA) dan membiayai impor,termasuk impor pangan yang marak dalam 6 tahun terakhir. Peningkatan APBN (2004-2010) terdapat peningkatan penerimaan Rp 452,27 triliun sebagian berasal dari penjualan surat berharga negara (Rp 488,77 triliun tsb diatas).

Pada saat yang sama penerimaan dari Sumber Daya Alam (SDA) mengalami penurunan. Jadi pemerintahan ini tidak menghidupkan negara dari produktivitas tapi dari menjual aset-aset negara melalui hutang.

Sementara pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat dipasok dari sumber-sumber impor (16 komponen impor senilai 3,2 milyar USD). Akibat serangan produk-produk impor ini, maka pengangguran dan kemiskinan meningkat. Namun angka-angka kemiskinan dan pengangguran banyak yang dimanipulasi. Indikator orang miskin diturunkan, yang seharusnya 2USD/hr/kapita sesuai standar Bank Dunia, menjadi Rp 7.200.
Dalam sepuluh tahun terakhir, utang pemerintah berkembang pesat dari US$122,42 milyar pada tahun 2001 menjadi US$185,3 milyar pada tahun 2010. Selama periode tersebut utang negara bertambah US$ 61,88 milyar atau setara Rp 556,92 trilyun.

Dengan demikian selama sepuluh tahun terakhir pemerintahan 3 rezim; Gusdur, Megawati, dan SBY, negara tidak memiliki kemampuan mengurangi ketergantungan terhadap utang apalagi menghilangkannya. Justru utang negara meningkat 50,56% atau hampir setengah dari jumlah utang tahun 2001.

Pemerintahan SBY yang sudah memasuki dua periode jabatan, memiliki andil besar dalam menggelembungkan utang negara. Sejak tahun 2004 hingga 2010, utang negara bertambah US$45,42 milyar dollar atau sekitar Rp 408,78 trilyun. Jadi dari 50,56% peningkatan utang negara sejak 2001, pemerintahan SBY menyumbangkan peningkatan utang sebesar 37,10%. Jika dihitung sejak tahun 1970 dengan jumlah utang pemerintah pada saat itu mencapai US$2,77 milyar, maka utang negara selama 40 tahun terakhir bertambah sebesar 6.589,53%.

Utang pemerintah tersebut terdiri atas utang luar negeri dan utang dalam negeri. Utang dalam negeri merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut pinjaman pemerintah dalam bentuk surat utang atau obligasi. Perkembangan utang pemerintah terutama sejak masuknya IMF pada era reformasi meningkat drastis. Peningkatan tersebut didorong oleh biaya BLBI dan paket rekapitalisasi perbankan yang menelan biaya pokok Rp 650 trilyun. Biaya ini atas perintah IMF diaktuaisasikan pemerintah dalam bentuk Surat Utang Negara atau disebut juga obligasi rekap.

Selanjutnya, pemerintah menjadikan instrumen surat utang untuk mendanai APBN. Sehingga jika sebelumnya pemerintah hanya mengandalkan utang luar negeri sebagai sumber pembiayaan APBN, maka penjualan surat utang negara pun menjadi andalan utama pemerintah dalam berutang. Sebagai negara yang kaya sumber daya manusia dan sumber daya alam, dengan letak yang sangat strategis, menjadi sangat ironis negara ini hidupnya bergantung pada utang. Pertanyaan bagi kita; kemana potensi sumber daya manusia Indonesia? Kemana potensi sumber daya alam yang melimpah perginya? Tentu ada yang salah dengan sistem ekonomi dan ideologi yang diterapkan di negeri kita. Inilah yang harus direnungkan dan dipecahkan.

Berapa Cicilan Pokok dan Bunga Utang Negara dalam APBN?

Jumlah utang pemerintah Indonesia pada saat ini mencapai Rp1.733,64 trilyun. Jumlah yang tidak sedikit yang bila dibebankan kepada 237,556 juta penduduk Indonesia maka setiap warga negara harus memikul utang negara sebesar Rp7,5 juta. Jika jumlah utang negara kita sudah sangat besar maka berapakah beban cicilan pokok dan bunga utang pemerintah yang harus dibayar rakyat dalam APBN?

Berdasarkan data dari Buku Saku Perkembangan Utang Negara Edisi Oktober 2010, dalam APBN-P 2010 jumlah keseluruhan cicilan utang pemerintah mencapai angka Rp230,33 trilyun. Cicilan tersebut terdiri atas cicilan pokok sebesar Rp124,68 trilyun dan cicilan bunga Rp105,65 trilyun. Proporsi anggaran pembayaran utang mencapai 23,21% dari Rp992,4 trilyun penerimaan APBN dimana hampir setengahnya atau 45,87% adalah pembayaran bunga utang pemerintah. Akibat besarnya jumlah cicilan utang, APBN pun mengalami defisit sangat besar, yakni Rp133,75 trilyun.

Tren Cicilan Utang
Sejak tahun 2000, tren cicilan utang pemerintah meningkat . Dari Rp57,69 trilyun pada tahun 2000 menjadi Rp230,33 trilyun di 2010. Tingkat cicilan utang negara tahun ini meroket hampir 4 kali lipat cicilan utang pemerintah tahun 2000. Hanya pada tahun 2003 cicilan utang turun jumlahnya dari cicilan tahun 2002, dan tahun 2005 dari tahun 2004. Tetapi jika dibandingkan dengan tahun 2000, tren cicilan utang tidak mengalami penurunan sama sekali.

Selama 11 tahun terakhir, negara telah membayar utang sebesar Rp1.596,1 trilyun dan 54% di antaranya atau sekitar Rp864,67 trilyun adalah untuk membayar bunga utang yang jatuh tempo. Jumlah keseluruhan pembayaran utang pemerintah tersebut lebih dari 7,8 kali penerimaan APBN 2000, 4,7 kali penerimaan APBN 2003, 2,5 kali penerimaan APBN 2006, dan 1,6 kali penerimaan APBN 2010. Jumlah ini juga hampir menyamai jumlah utang negara tahun ini Rp1.667,7 trilyun. Sedangkan total pembayaran bunga utang pemerintah lebih besar dari anggaran penerimaan pajak tahun ini Rp743,3 trilyun.

Meski Indonesia telah membayar utang sebesar Rp1.667,7 trilyun selama 11 tahun terakhir, utang Indonesia tidak turun justru membengkak dari jumlah utang pada tahun 2000 yakni Rp1.235 trilyun. Bahkan jika dibandingkan jumlah utang pemerintah tahun 1998 sebesar Rp553 trilyun, jumlah utang pemerintah Indonesia tahun ini bertambah 3 kali lipat sejak krisis moneter.

Dan jika mencermati dan membaca secara menyeluruh Perkembangan Utang Negara , maka akan menemukan pesan-pesan politis, dari perubahan angka tahunan hingga menggunakan perbandingan data-data IMF yang tidak menyeluruh. Masyarakat diberi opini harus mendukung kebijakan utang pemerintah yang akan terus meningkat. Memberi legitimasi pemerintah menerbitkan surat utang negara dalam bentuk Valas masing-masing sebesar 1 miliar dollar dengan bunga 10.5% serta 2 miliar dollar dengan bunga 11.75% yang dijual di New York Exchange dan sejumlah negara asing sejak 2008 silam. Sangatlah berlebihan bagi pemerintah untuk memberi penghasilan besar dari surat utang negara di luar negeri yang mana di negara tersebut hanya menawarkan bunga deposito rata-rata dibawah 4% per tahun. Tapi, dengan sangat “bijak” atau sangat pro terhadap kepentingan asing, pemerintah menerbitkan surat utang senilai 3 miliar dollar dengan bunga diatas 10%.

Disisi lain, kebijakan untuk berani mengatakan tidak pada utang najis (odious debt) masih tidak menjadi perhatian pemerintah. Padahal, pemerintahan Argentina telah melakukan pengurangan utang najis disisi lain Bolivia meminta penghapusan utang yang selama ini dijerat oleh IMF cs seperti Word Bank dan kreditor-kreditor yang masuk dalam Paris Club. Pemerintah kita masih begitu gentol meningkatkan terus komitmen utang luar negeri padahal banyak komitmen yang terbelengkai dengan kerugian triliunan rupiah seperti yang dilaporkan Wakil Ketua KPK Haryono Umar.

Lalu rencana pemerintah melakukan pembelian pesawat khusus kepresidenan Indonesia. anggarannya bukan diperoleh dari anggaran lebih dari APBN, tetapi rupanya diperoleh dari utang berbentuk Promissory Notes. Dengan demikian, pembelian pesawat khusus kepresidenan Indonesia dengan utang sangat membebani semua rakyat Indonesia, sebab, uang untuk pembelian pesawat ini makin membuat hutang luar negeri Indonesia bertumpuk tumpuk kian menumpuk.

Miris jika membaca uraian ini, ingat dulu Belanda menjajahkita selama 350 tahun sampai sampai negara mereka bisa membayar hutang, membangun negaranya dengan megah hanya dengan menyedot rempah2 yang kita miliki belum termasuk minyak dan emas. Tapi sekarang pengelolaan SDA kita yang melimpah di kelola pihak asing. jika kita mengelolanya sendiri dengan benar dan tepat, hutang bisa dibayar dan malah kita bisa menjadi negara termakmur.

Oh Indonesia-ku…


Sumber :
Direkrorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2010. Perkembangan Utang Negara (Utang Luar negeri dan Surat Berharga Negara) Edisi Oktober 2010.

http://forum.kompas.com/nasional/35417-wajib-baca-hutang-negara-ri.html

http://nusantaranews.wordpress.com/2009/06/18/fakta-utang-negara-rp-1700-t-1-naik-rp-3-9-triliun-utang-per-minggu/

0 komentar:

Post a Comment