MEDIA berpengaruh positif dan negatif: bisa bermanfaat untuk pendidikan, mendorong kemajuan, atau mengungkapkan hal-hal yang sebelumnya tidak diketahui menjadi pengetahuan penting. Sebaliknya, media juga mempunyai pengaruh buruk dan merusak. Baik dan buruk ini bisa terjadi di tengah-tengah bangsa yang mengutamakan kebebasan, atau oleh bangsa yang, sebaliknya, melakukan pengontrolan dan tekanan berlebihan terhadap media. Pro dan kontra terhadap kedua pendekatan ini memunculkan perdebatan, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di negara-negara maju seperti di Amerika dan Kanada. Di tengah-tengah situasi ini kecerdasan diperlukan untuk bisa menapis antara yang bermanfaat dan yang mudarat. Berbagai studi tentang dampak sosial media mengingatkan semua pihak untuk menilai hal-hal yang mungkin saja merugikan diri, keluarga, atau masyarakat dan lingkungannya.
Perhatian utama dalam studi dan penelitian-penelitian itu adalah siaran media yang memperlihatkan kekerasan, baik melalui adegan film cartoon sampai film-film aksi, termasuk pornografi yang disajikan melalui berbagai pendekatan hiburan, serta siaran komersial. Hasil studi dan penelitian The Canadian Paediatric Society, Kanada, misalnya, merekomendasi agar anak dibawah dua tahun tidak menonton TV lebih dari satu jam lamanya. Hasil studi American Academy of Paediatrics, USA, bahkan menyarankan agar anak-anak usia dini lebih baik fokus berinteraksi dengan kedua orang tuanya, daripada membiarkan mereka menonton televisi. Televisi juga menyerap waktu anak-anak usia 6-11 tahun; waktu yang seharusnya digunakan untuk membaca dan mengerjakan PR sekolahnya. Menurut hasil penelitian mereka, anak-anak sekolah dasar yang menonton televisi selama dua jam setiap hari prestasi akademisnya menurun, terutama kemampuan membaca.
Anak-anak pada usia ini (termasuk taman kanak-kanak) umumnya sangat menyukai aksi-aksi kekerasan dalam film-film cartoon, dan mempersonifikasikan dirinya seperti tokoh-tokoh superhero kesayangan mereka. Karenanya peran orang tua sangat diperlukan untuk jenis tontonan televisi seperti ini agar bisa me-minimal-kan aspek agresif si superhero, tetapi me-maksimal-kan aspek kreatif, serta menuntun anak-anak ke arah imajinasi yang potensial dan positif. Menurut situs Ciber College Internet Campus www.cybercollege.com/frtv/frtv030.htm) yang di updated tanggal 6 Oktober 2007, 81% anak-anak Amerika usia 2 – 7 tahun menonton televisi tanpa bimbingan orang tua. Data menunjukkan anak-anak dari usia 2 sampai 18 tahun rata-rata menonton 200.000 adegan kekerasan di televisi, 20.000 adegan pembunuhan: 47% dari adegan kekerasan ini tidak memperlihat-kan rasa kesakitan dan 58% memperlihatkan rasa sakit.
Pengaruh televisi yang merangsang keinginan anak untuk membeli (konsumerisme) demikian besar. Terutama melalui program anak-anak yang diselingi iklan komersial yang demikian gencar. Perilaku anak-anak: “… mak beliin …” banyak terbentuk dari siaran-siaran ini. Jalan keluar yang disarankan kedua lembaga di atas adalah agar mengalihkan tontonan acara anak-anak yang disiarkan stasiun TV non-komersial. Penelitian mereka juga memperlihatkan bahwa sebelum anak-anak selesai sekolah menengah atas, rata-rata mereka menyaksikan 360.000 tayangan komersial, dan ketika mereka mencapai usia 65 tahun jumlahnya bisa mencapai 2 juta. Angka ini menunjukkan betapa besarnya kekuatan media ini menjerat dan membentuk penontonnya menjadi konsumen. Di negara-nagara maju kemungkinan untuk pindah dari chanel TV komersial ke stasiun non-komersial masih memadai dibandingkan dengan negara-negara yang siaran televisinya terbatas dan didominasi oleh TV komersial. Akibatnya konsumerisme semakin subur, bahkan menggejala sebagai gaya hidup, terutama di tengah-tengah remaja kota-kota besar yang memiliki fasilitas mall dan hyper market seperti di Jakarta atau kota-kota besar lainnya di Indonesia.
Ketika anak-anak beranjak ke usia remaja, mereka mulai memanfaatkan banyak waktu luangnya untuk bergaul, mengikuti kegiatan sekolah, dan menggunakan media, seperti musik, video games, komputer dan internet. Dalam laporan sebuah situs internet dari Kanada, Media Awarness Network, hiburan televisi merupakan sumber utama para remaja (usia 13-15) memperoleh informasi seksual. Perhatian mereka terhadap tayangan drama dan film televisi adalah seks, terutama pada program yang lebih banyak mengedepankan referensi visual tentang aktivitas seksual daripada dialog. Masa remaja merupakan masa yang paling penting untuk mengembangkan kepribadian dan fisik yang sehat. Kegamangan mempengaruhi kehidupan remaja ketika pada saat pertumbuhan fisik dan keinginan mengembangkan daya tariknya dibombardir oleh gambar-gambar televisi yang menyajikan kecantikan dan kerampingan yang tidak realistis melalui siaran komersialnya.
Perhatian utama dalam studi dan penelitian-penelitian itu adalah siaran media yang memperlihatkan kekerasan, baik melalui adegan film cartoon sampai film-film aksi, termasuk pornografi yang disajikan melalui berbagai pendekatan hiburan, serta siaran komersial. Hasil studi dan penelitian The Canadian Paediatric Society, Kanada, misalnya, merekomendasi agar anak dibawah dua tahun tidak menonton TV lebih dari satu jam lamanya. Hasil studi American Academy of Paediatrics, USA, bahkan menyarankan agar anak-anak usia dini lebih baik fokus berinteraksi dengan kedua orang tuanya, daripada membiarkan mereka menonton televisi. Televisi juga menyerap waktu anak-anak usia 6-11 tahun; waktu yang seharusnya digunakan untuk membaca dan mengerjakan PR sekolahnya. Menurut hasil penelitian mereka, anak-anak sekolah dasar yang menonton televisi selama dua jam setiap hari prestasi akademisnya menurun, terutama kemampuan membaca.
Anak-anak pada usia ini (termasuk taman kanak-kanak) umumnya sangat menyukai aksi-aksi kekerasan dalam film-film cartoon, dan mempersonifikasikan dirinya seperti tokoh-tokoh superhero kesayangan mereka. Karenanya peran orang tua sangat diperlukan untuk jenis tontonan televisi seperti ini agar bisa me-minimal-kan aspek agresif si superhero, tetapi me-maksimal-kan aspek kreatif, serta menuntun anak-anak ke arah imajinasi yang potensial dan positif. Menurut situs Ciber College Internet Campus www.cybercollege.com/frtv/frtv030.htm) yang di updated tanggal 6 Oktober 2007, 81% anak-anak Amerika usia 2 – 7 tahun menonton televisi tanpa bimbingan orang tua. Data menunjukkan anak-anak dari usia 2 sampai 18 tahun rata-rata menonton 200.000 adegan kekerasan di televisi, 20.000 adegan pembunuhan: 47% dari adegan kekerasan ini tidak memperlihat-kan rasa kesakitan dan 58% memperlihatkan rasa sakit.
Pengaruh televisi yang merangsang keinginan anak untuk membeli (konsumerisme) demikian besar. Terutama melalui program anak-anak yang diselingi iklan komersial yang demikian gencar. Perilaku anak-anak: “… mak beliin …” banyak terbentuk dari siaran-siaran ini. Jalan keluar yang disarankan kedua lembaga di atas adalah agar mengalihkan tontonan acara anak-anak yang disiarkan stasiun TV non-komersial. Penelitian mereka juga memperlihatkan bahwa sebelum anak-anak selesai sekolah menengah atas, rata-rata mereka menyaksikan 360.000 tayangan komersial, dan ketika mereka mencapai usia 65 tahun jumlahnya bisa mencapai 2 juta. Angka ini menunjukkan betapa besarnya kekuatan media ini menjerat dan membentuk penontonnya menjadi konsumen. Di negara-nagara maju kemungkinan untuk pindah dari chanel TV komersial ke stasiun non-komersial masih memadai dibandingkan dengan negara-negara yang siaran televisinya terbatas dan didominasi oleh TV komersial. Akibatnya konsumerisme semakin subur, bahkan menggejala sebagai gaya hidup, terutama di tengah-tengah remaja kota-kota besar yang memiliki fasilitas mall dan hyper market seperti di Jakarta atau kota-kota besar lainnya di Indonesia.
Ketika anak-anak beranjak ke usia remaja, mereka mulai memanfaatkan banyak waktu luangnya untuk bergaul, mengikuti kegiatan sekolah, dan menggunakan media, seperti musik, video games, komputer dan internet. Dalam laporan sebuah situs internet dari Kanada, Media Awarness Network, hiburan televisi merupakan sumber utama para remaja (usia 13-15) memperoleh informasi seksual. Perhatian mereka terhadap tayangan drama dan film televisi adalah seks, terutama pada program yang lebih banyak mengedepankan referensi visual tentang aktivitas seksual daripada dialog. Masa remaja merupakan masa yang paling penting untuk mengembangkan kepribadian dan fisik yang sehat. Kegamangan mempengaruhi kehidupan remaja ketika pada saat pertumbuhan fisik dan keinginan mengembangkan daya tariknya dibombardir oleh gambar-gambar televisi yang menyajikan kecantikan dan kerampingan yang tidak realistis melalui siaran komersialnya.
sumber :http://www.kaskus.us/showthread.php?t=3163570
0 komentar:
Post a Comment